Wah! Ada ‘Tangan Jokowi’ di Balik Viralnya Transaksi Rp349 T

Pernyataan Presiden Joko Widodo terkait Piala Dunia U-20, Istana Merdeka, Selasa (28/3/2023). (Tangkapan layar Youtube Setpres RI)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan alasannya baru mau membongkar dugaan kasus transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun.

Mahfud bercerita, ini bermula dari pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo pada Februari 2023, setelah penyelenggaraan acara Satu Abad Nahdlatul Ulama di Sidoarjo, Jawa Timur.

“Sebulan lalu, ketika ada acara 1 abad NU di Sidoarjo saya diajak pulang bersama oleh presiden 1 pesawat dari Surabaya karena apa? membahas indeks persepsi korupsi,” tutur Mahfud di Komisi III DPR, Jakarta, Rabu malam (29/3/2023).

Mahfud mengatakan, saat perjalanan pulang dari situ, Presiden Joko Widodo mengungkapkan kemarahannya karena Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun, dari 2021 skornya berada di 38 menjadi 34 pada 2022.

Lalu, dia menjelaskan kepada Presiden Jokowi telah mengundang berbagai lembaga untuk menguak penyebab penurunan itu, di antaranya yang disebutkan secara gamblang dari Transparansi Internasional Indonesia dan Litbang Kompas.

Dari data beberapa lembaga itu, terungkap bahwa turunnya indeks persepsi korupsi itu disebabkan sentimen negatif terhadap bidang pelayanan publik, terutama akibat korupsi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak.

“Terutama korupsi di bea cukai dan perpajakan, clear itu penjelasannya, yang kedua facilitating payment dalam pelayanan publik di berbagai tempat itu orang sekarang bayar mau naik pangkat bayar ke siapa, kalau enggak punya channel itu enggak bisa,” kata Mahfud.

Oleh sebab itu, ketika terjadi kasus pemukulan anak dari eks pejabat eselon 3 di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, terungkap ke publik dan dikuliti harta kekayaannya yang sangat jumbo dan di luar profil, ia mengaku mulai tertarik mengusut lebih dalam.

“Itulah sebabnya sejak saat itu saya ini pajak dan bea cukai jadi masalah sehingga kalau saya kok punya latar belakang begitu ada kasus Alun (RAT),” tuturnya.

“Dari situ saya minta rekap, saya yang minta rekap, inilah rekap yang saya sampaikan tadi, saudara, data ini clear, valid, tinggal pertemukan saja dengan bu Sri Mulyani,” ujar Mahfud.

Sayangnya, data transaksi mencurigakan yang telah diserahkan PPATK ke Kemenkeu sejak 2009 sampai tahun ini tidak secara benar diperoleh Sri Mulyani. Menurut Mahfud ada pihak-pihak di bawah Sri Mulyani yang menghalang-halangi data itu sampai ke Sri Mulyani.

“Bahwa ada kekeliruan pemahaman Ibu Sri Mulyani dan penjelasan ibu Sri Mulyani karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah,” ucap Mahfud.

Mahfud pun mengungkapkan data yang sebenarnya ia peroleh. Data transaksi janggal yang diperoleh dari laporan hasil analisis (LHA) PPATK itu terbagi ke dalam 3 kelompok.

Pertama, adalah transaksi keuangan mencurigakan oleh pegawai Kementerian Keuangan yang total nilainya sebanyak Rp 35 triliun. Jauh lebih banyak dari yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani sekitar Rp 3 triliun.

“Kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi 11 menyebut hanya Rp 3 triliun, yang benar Rp 35 triliun,” kata Mahfud Md.

Selanjutnya, yang kedua adalah transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain sebesar Rp 53,82 triliun.

Terakhir adalah transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu sebesar Rp 260 triliun.

“Itu transaksi keuangan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatannya sebesar Rp 260 triliun, Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun fix. Nanti kita tunjukkan suratnya,” ucap Mahfud.

Mahfud mengatakan, secara total jumlah PNS Kementerian Keuangan yang diduga terlibat dalam transaksi janggal Rp 349 triliun itu sebanyak 491 orang, PNS di Kementerian atau Lembaga lain sebanyak 13 orang dan tenaga non PNS atau non ASN sebanyak 570 orang.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*