Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol terbang ke Amerika Serikat hari ini, Senin (24/4/2023). Ia diagendakan bertemu dengan Presiden AS Joe Biden di tengah mencuatnya tanda tanya di negara itu tentang jaminan perlindungan keamanan dari AS.
Yoon diagendakan berada di negera itu pada 24-29 April. Ia menjadi pimpinan Korsel pertama yang melaksanakan kunjungan kenegaraan ke AS setelah 12 tahun terakhir dan menandai 70 tahun kemitraan kedua negara.
Warga negara Korsel sendiri banyak yang meragukan AS akan memberikan perlindungan dengan senjata nuklirnya, Korsel kini juga tengah mengembangkan senjata nuklir. Keraguan ini mencuat di tengah upaya Korea Utara mengembangkan senjata nuklirnya sendiri.
Jajak pendapat baru-baru ini oleh Asan Institute for Policy Studies menunjukkan bahwa lebih dari 54% responden percaya AS tidak akan mempertaruhkan keselamatannya untuk melindungi sekutu Asianya. Lebih dari 64% mendukung Korea Selatan mengembangkan senjata nuklirnya sendiri, dengan sekitar 33% menentang.
Yoon sendiri memiliki komitmen untuk terus menjalin kerja sama dengan AS, tapi ia belum menjabarkan apa saja yang menjadi kebutuhan Korsel dari kerja sama dengan AS.
Wakil penasihat keamanan nasional Yoon, Kim Tae-hyo mengatakan kedua negara telah menjalin komunikasi untuk memperpanjang kerja sama operasi penangkalan yang lebih konkret, menurutnya, detail kerja sama akan terungkap dalam pernyataan bersama setelah KTT.
“Apa yang bisa saya katakan sekarang adalah bahwa minat dan harapan masyarakat untuk perpanjangan operasi pencegahan sangat besar, dan ada beberapa hal yang telah dilakukan selama setahun terakhir dalam hal berbagi informasi, perencanaan dan pelaksanaan,” katanya dikutip dari Reuters, Senin (24/4/2023)
“Kita perlu mengambil langkah-langkah untuk mengatur hal-hal ini sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh siapa pun dalam satu gambaran besar, bagaimana ini diimplementasikan dan dikembangkan.”
Seorang pejabat senior A.S. mengatakan pada Jumat bahwa Biden, selama pertemuan puncak dengan Yoon, akan menjanjikan langkah-langkah substansial untuk menggarisbawahi komitmen A.S. mencegah serangan nuklir Korea Utara.
Keraguan masyarakat Korsel terhadap jaminan keamanan AS semakin menjadi setelah melihat peperangan yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina. Dokumen AS yang bocor baru-baru ini menyoroti kesulitan Korea Selatan dalam menghadapi tekanan dari sekutunya untuk membantu pasokan bantuan militer ke Ukraina.
Korea Selatan merupakan produsen utama peluru artileri. Mereka belum memberikan senjata ke Ukraina, dengan alasan hubungannya dengan Rusia. Korsel telah membatasi dukungannya hanya melalui bantuan kemanusiaan.
Yoon, dalam sebuah wawancara dengan Reuters minggu lalu, mengisyaratkan untuk pertama kalinya akan mempersenjatai Ukraina, dengan mengatakan pemerintahnya mungkin tidak “bersikeras hanya pada dukungan kemanusiaan atau keuangan” jika Ukraina mengalami serangan besar-besaran terhadap warga sipil atau “situasi yang tidak dapat dimaafkan oleh komunitas internasional”.