Ngeri! Ini Kondisi Saat Krisis Perbankan Dahsyat Melanda RI

An Indonesian man scrambles to buy 3,000 rupiah worth of food coupons (about 30 US cents) to exchange for a bag of rice, sugar and cooking oil during a food distribution in Yogyakarta, Central Java 04 October. The country's economic crisis has left some 17.1 million families facing food shortages nationwide. AFP PHOTO/W. CUSDIDA (Photo by W. CUSDIDA / AFP) (Photo by W. CUSDIDA/AFP via Getty Images)

Krisis perbankan di Amerika Serikat menjadi topik menghangat dalam beberapa minggu terakhir. Berbagai dinamika yang terjadi selalu menjadi sorotan di Indonesia.

Para ahli berupaya membuat analisis terkait itu tersebut sebagai upaya antisipasi jika krisis berdampak ke Indonesia. Sebab, sejarah telah mencatat bahwa krisis perbankan di Indonesia selalu https://rtpslot24jam.com/ berdampak dahsyat, salah satunya terjadi pada periode 1997-1998.

Bermula dari kebijakan pemerintah

tahu di periode tersebut terjadi krisis moneter yang berubah menjadi krisis keuangan lalu memantik kemelut politik. Meski begitu, hal ini bukan faktor tunggal. Sebab, permasalahan mendasar berakar dari kebijakan Bank Indonesia (BI) dan menteri keuangan 10 tahun sebelumnya.

Cerita bermula tahun 1988. Merujuk paparan Jan Luiten van Zanden dan Daan Marks dalam Ekonomi Indonesia 1800-2010 (2012), saat itu pemerintah kelimpungan mencari cara untuk menghadirkan devisa negara dari sektor baru selain migas.

Maklum, pemerintah era 1970-an dan 1980-an, hanya mengandalkan keuntungan dari perdagangan minyak untuk mendapat pendapatan. Masalahnya, saat perdagangan minyak melemah, praktis pemerintah kehilangan pundi-pundi uang. Hal ini berimbas pada merosotnya jumlah anggaran dan pertumbuhan ekonomi negara.

Pada situasi seperti ini, penasehat ekonomi presiden Widjojo Nitisastro dan Menteri Keuangan Radius Prawiro mengadakan pertemuan pada tahun 1983. Radius Prawiro dalam Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi: Pragmarisme dalam Aksi (1998) menyebut pertemuan itu dikhususkan untuk mencari resep membangkitkan gairah ekonomi, khususnya sektor perbankan nasional usai periode yang disebut oil boom ini selesai.

Akhirnya tercetuslah ide pemberian kebebasan kepada sektor perbankan lewat deregulasi. Kebebasan itu baru dieksekusi pada 27 Oktober 1988 lewat kebijakan Paket Oktober 1988 (Pakto ’88).

Eksekutornya adalah Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Radius Prawiro, Menteri Keuangan J.B Sumarlin, dan Gubernur Bank Indonesia Andrianus Mooy. Tentu mereka bergerak seizin Bapak Presiden Soeharto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*