Pembangunan The Mukaab ramai disorot banyak warga dunia. Bangunannya berbentuk kubus besar tersebut, disindir sebagai ‘Ka’Bah Baru’ Arab Saudi, yang dinilai sebagai tanda kiamat.
Pembangunan The Mukaab tentu banyak menuai kritik bagi umat muslim. Banyak dari mereka bahkan mengaitkannya dengan kekuasaan Putra Mahkota, sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS).
Meski saat ini Raja Salman memimpin Arab Saudi secara de facto, namun MBS dinilai merupakan pemegang kendali besar pada aturan negara saat ini.
Berikut 10 fakta The Mukaab yang akan berada di distrik New Murabba itu, dirangkum CNBC Indonesia dari berbagai sumber, dikutip Minggu (26/2/2023):
Berikut 10 fakta The Mukaab yang akan berada di distrik New Murabba itu, dirangkum CNBC Indonesia dari berbagai sumber, dikutip Minggu (26/2/2023):
1.Pusat Kota Baru
The Mukaab akan menjadi pusat kota baru. Mengutip Saudi Press Agency (SPA) Minggu (26/2/2023), pembangunan akan dimulai di area seluas 19 km persegi. Proyek ini akan menawarkan lebih dari 25 juta meter persegi luas lantai.
Bangunan terdiri dari 104.000 unit hunian, 9.000 kamar hotel, lebih dari 980.000 meter persegi ruang ritel. Ada pula 1,4 juta meter persegi ruang kantor, 620.000 meter persegi aset rekreasi, serta 1,8 juta meter persegi ruang fasilitas komunitas.
“Salah satu yang menarik dari pengembangan ini adalah struktur Mukaab, yang digambarkan sebagai tujuan imersif pertama di dunia yang menawarkan pengalaman yang diciptakan oleh teknologi digital dan virtual dengan holografi terbaru,” tulis Business Traveler.
2. Dana Berasal dari Investasi Publik
Proyek Mukaab dipimpin oleh Perusahaan Pengembangan Murabba (NMDC). Dana yang dipakai berasal dari Dana Investasi Publik Saudi (PIF).
Namun mengutip Amwaj Media, PIF tidak mengungkapkan sumber pendanaan untuk membangun distrik pusat kota baru yang besar itu. Hal ini kemudian dipertanyakan sejumlah pihak.
3. Bagian dari Visi Saudi 2030
Selama ini Arab Saudi dikenal sebagai negara yang ekonominya bergantung dengan minyak. Namun saat Raja Salman bin AbdulAziz, ayah MBS menjadi pemimpinnya pada 2015, negara itu mengumumkan Visi Saudi 2030.
Visi Saudi 2030 sendiri merupakan sebuah gambaran perekonomian baru Arab Saudi di tahun 2030. Dalam visi itu, Raja Salman menginginkan agar ketergantungan negara itu terhadap migas dikurangi dan sektor ekonomi terdiversifikasi.
Gayung bersambut saat MBS dipilih sebagai Putra Mahkota di 2017. Ia sibuk mendiversifikasi sumber pendapatan negara.
Negeri itu, tengah fokus membangun pariwisata untuk mencapai target menjadi salah satu pilar ekonomi di masa yang akan datang. Pariwisata akan menjadi penyokong PDB kedua setelah minyak.
Kocek US$500 miliar lebih digelontorkan untuk proyek-proyek besar. Ini untuk merevolusi pariwisata kerajaan agar sesuai dengan tren khalayak nasional dan internasional.
Reformasi dirancang untuk membuka diri terhadap dunia termasuk aturan untuk mengakomodasi investasi di sektor pariwisata. Terobosan lain adalah e-visa dapat dikeluarkan untuk pelancong hanya dalam waktu lima menit.
4. Produksi Minyak Menurun
Ini juga terjadi karena sejumlah ramalan soal mulai ditinggalkannya energi fosil, termasuk minyak yang jadi andalan Arab Saudi.
Minyak akan jadi salah satu yang paling mengalami penurunan permintaan terutama dari transportasi yang selama ini memberikan sumbangsih terbesar terhadap permintaan minyak dunia.
Peralihan ke energi terbarukan karena masalah emisi karbon dunia, sehingga terjadi kesepakatan negara-negara untuk bersama-sama mengurangi emisi karbon. Negara Arab Saudi adalah penyumbang emisi karbon terbesar kedua di daerah timur tengah setelah Iran.
Menurut IEA (The International Energy Agency), dalam ‘Outlook Energy 2021’, tingkat permintaan minyak akan turun hingga 104 juta barrel per hari (mb/d) pada pertengahan 2030-an. Ini kemudian turun sangat sedikit hingga 2050.
Pada tahun 2030 dan 2050, permintaan minyak untuk transportasi jalan menurun lebih dari 2 mb/d secara global. Tahun 2030, 15% mobil penumpang di jalanan dikuasai mobil listrik dan meningkat menjadi 30% pada tahun 2050.
Berdasarkan data BP Statistical Review, Arab Saudi memiliki cadangan minyak sebesar 297.500 mb dan menjadi negara yang memiliki cadangan terbesar kedua di dunia dengan porsi 17,2% dari total cadangan minyak dunia. Negara ini berada di urutan kedua dengan produksi 11.039 mb/d.
5. Bagian ‘Proyek’ Gila MBS
Sebenarnya, ini bukan proyek megah pertama yang diumumkan Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam catatan CNBC Indonesia, Arab Saudi telah memulai setidaknya lima proyek raksasa lain.
Mulai dari kota futuristik NEOM, proyek Laut Merah, resort mewah Amaala di pantai Barat Laut Arab Saudi, proyek warisan budaya di Ad Diriya, dan taman hiburan mewah Qiddiya.
6. Bersaing dengan Dubai dan Doha
Pembangunan Mukaab, termasuk yang lainnya, kemudian dikaitkan dengan cara Arab Saudi memenangkan lomba melawan Dubai dan dan ibu kota Qatar, Doha, yang telah lebih dulu mencoba memposisikan diri sebagai pusat pariwisata dan investasi regional.
“Menjadi yang kedua dalam lomba selalu merupakan tempat yang sulit untuk memulai ketika Anda ingin menjadi pemimpin,” kata Direktur Program Kebijakan Teluk dan Energi di The Washington Institute, Simon Henderson, dikutip CNN International.
“Mereka telah menghabiskan waktu puluhan tahun untuk tidak menarik pengunjung asing non-Muslim,” tambahnya lagi.
7. Kontroversi Mirip Ka’bah
Mukaab menuai kritik karena kemiripan bangunan dengan Ka’bah, bangunan suci umat Islam di kota lain Arab Saudi, Mekkah. Ini memicu reaksi terhadap apa yang mungkin diharapkan oleh MBS.
“Bagi saya, saya hanya tahu Murraba mengacu pada Ka’bah,” kata Direktur Democracy for the Arab World Now (DAWN) Abdullah Al-Aoudh dalam sebuah cuitan.
Kritikan juga datang dari seorang komedian Mesir Adel Imam. Menyamakannya dengan bentuk Ka’bah, ia juga menyindir pembangunan Mukaab bak agama baru.
“Mereka mengikuti agama baru, apa yang harus kita lakukan?” Ujarnya.
8. Disebut Kapitalisme dan Tanda Kiamat
Arab Saudi selama ini dikenal sebagai negara yang konservatif dan menjunjung nilai-nilai Islam. Namun pembangunan ini membuat sejumlah pihak menilai pemerintah semakin kapitalis.
“Membangun ‘Ka’bah baru’ (mukaab) secara eksklusif dikhususkan untuk kapitalisme di depan mata,” kata reporter intercept Murtaza Hussain.
Proyek ini juga dikaitkan dengan tanda kiamat oleh netizen. Ada yang menyebut pembangunan gedung pencakar langit merupakan salah satu tanda-tanda kiamat.
“Nabi Muhammad (SAW) mengatakan salah satu tanda kiamat adalah bahwa Anda akan melihat ‘para gembala bersaing dalam membangun gedung-gedung tinggi,” tulis pengguna Twitter @2015 Jmr seraya menggaitkan dengan unggahan PIF.
9.Kampanye ‘BuangĀ Isu’ Pelanggaran HAM
Hal ini kemudian dikaitkan dengan kampanye “narasi” baru Arab Saudi untuk menjauhkan diri dari stereotip pelanggaran HAM yang kerap diberitakan media Barat. Beberapa kasus misalnya soal ketidaksetaraan lelaki dan perempuan, berbicara di depan umum, termasuk kasus kematian jurnalis Jamal Khashoggi.
“Dulu, Anda akan berdiskusi negatif tentang Arab Saudi yang berafiliasi dengan pelanggaran hak asasi manusia,” kata peneliti di Institut Studi Timur Tengah King’s College London, Andreas Krieg.
“Tapi sekarang mereka mencoba mendorong narasi baru untuk menjadi negara pembangunan dan negara yang dapat membangun kota-kota futuristik,” ujarnya.
10. Gaet Pelancong Non Muslim
Proyek ini juga diyakini untuk menggaet pelancong non Muslim datang ke Arab Saudi. Arab Saudi memang selama ini bergantung pada pariwisata Islam, terutama haji dan umrah.
Mengutip Global Destination Cities Index yang dirilis oleh Mastercard, Arab Saudi selama ini memang berhasil memperoleh pendapatan sebesar US$ 20 miliar atau Rp 300 triliun, dari turis Muslim pada 2018 melalui penyelenggaraan ibadah haji.
Di 2022 silam, pendapatan Arab Saudi dari haji diperkirakan bisa mencapai US$ 30 miliar.