Belum Sekarat! Nikel RI Masih Tersimpan di Lahan 1,2 Juta Hektare

Belum Sekarat! Nikel RI Masih Tersimpan di Lahan 1,2 Juta Hektare

Area pertambangan PT Vale Indonesia tbk. (INCO) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. (CNBC Indonesia/Lucky Leonard Leatemia)

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menctata masih ada sekitar 1,2 juta hektare lahan nikel yang belum dieksplorasi dari 2 juta hektare tambang komoditas nikel di Indonesia.

Hal itu seperti yang diungkapkan oleh Plt. Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid. Dia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensiĀ greenfieldĀ nikel dengan total luas lahan sebesar 2 juta hektar.

Namun, saat ini seluas 800 ribu hektar sudah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel, sedangkan sisanya belum dieksplorasi lebih lanjut untuk menemukan jumlah cadangan nikel yang ada.

“Lokasi yang https://huatkas138.site/ berpotensi greenfield nikel masih cukup luas, dilihat dari potensi dari formasi pembawa nikel yaitu 2 juta hektar. Saat ini baru 800 ribu hektar saja yang sudah menajdi IUP,” ujar dia saat Konferensi Pers Badan Geologi Kementerian ESDM, Jumat (19/1/2024).

Adapun, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (Biro KLIK) Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi mengungkapkan bahwa pemerintah membuka kesempatan bagi perusahaan swasta untuk bisa melakukan eksplorasi potensi nikel pada wilayah yang masih belum menjadi IUP di dalam negeri.

“Menangani di Pusdatin memberikan kesempatan swasta melakukan eksplorasi ada skema untuk itu jadi sangat terbuka,” jelasnya pada kesempatan yang sama.

Perihal cadangan nikel yang kian menipis di Indonesia, sebelumnya Kementerian ESDM buka-bukaan cadangan nikel Indonesia bisa habis dalam kurun waktu 6 – 11 tahun lagi.

Menipisnya cadangan nikel di Indonesia sejatinya imbas dari banyaknya pengembangan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Tercatat, untuk nikel melalui proses pirometalurgi di Indonesia atau yang memproses nikel kadar tinggi terdapat sebanyak 44 smelter sedangkan untuk nikel yang melalui proses hidrometalurgi yang memproses nikel kadar rendah sebanyak 3 smelter.

Dengan smelter yang ada, konsumsi biji nikelnya untuk pirometalurgi dengan kadar tinggi, yaitu saprolite, adalah sebesar 210 juta ton per tahun. Dan untuk hidrometalurgi ke arah baterai, memerlukan bijih nikel kadar rendah, yaitu limonite, sebesar 23,5 juta ton per tahun.

“Total smelter yang ada sampai dengan saat ini, belum lagi yang terbaru, itu ada 116 smelter,” terang Staf Khusus Menteri ESDM bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (19/10/2023).

Irwandy menyebutkan, secara keseluruhan cadangan nikel baik jenis saprolit dan limonit kira-kira tersisa 5,2 miliar ton. Sementara dengan konsumsi yang seperti disampaikan atau mencapai sekitar 210 juta ton saprolite dan 23,5 juta ton limonit per tahun, maka umurnya hanya tersisa 6 – 11 tahun lagi.

“Jadi ini memang sesuatu yang menurut saya perlu kita pikirkan bersama, jangan-jangan beberapa tahun ke depan kita menjadi pengimpor bijih nikel. Inilah kira-kira esensi dari supply-demand yang terjadi saat ini,” ungkap Irwandy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*